Aku benar-benar Frustasi !

“Pak Dhe. Aku sudah kehabisan kesabaran. Kelihatannya aku harus menunjukkan gigiku pada Anton kepala Pabrik”, ucap Udin begitu melihat pak Dhe menghampirinya di kantin yang sedang kosong.

“Memang kenapa?”, tanya pak Dhe sambil menyunggingkan senyumnya dan menarik sebuah kursi ke dekat Udin

“Pak Anton benar-benar sudah keterlaluan pak Dhe”

“Hmm…ceritakan…”

“Aku kemarin disuruh membuat perencanaan untuk mesin baru yang akan datang dua minggu lagi. Padahal perencanaan itu sudah lama kubuat dan kulihat sudah mulai dijalankan oleh bagian lain, tetapi kenapa dia minta disain ulang dan yang lebih parah sampulnya harus berwarna pink!”

“……………”

“Aku dengan sabar mencoba mengikutinya. Kutulis ulang semua perencanaanku dan kuserahkan pada dia. Apa dia bilang?”

“Apa dia bilang..?”

“Kalau perencanaan ini sama dengan yang sudah dibuat Udin bulan lalu, lebih baik dibakar saja dokumen ini. Begitu katanya. Ya ampun, memang harus dibuat bagaimana lagi?”

“Jangan-jangan perencanaanmu memang ada kelemahannya Din?”

“Dibaca saja tidak bagaimana dia tahu ada kelemahan dari perencanaanku?”

“Bagaimana kamu tahu kalau perencanaanmu itu tidak dibaca Pak Anton?”

“Memang tidak. Aku tahu dari asisten Anton minggu lalu”

“Ah…jangan terlalu percaya berita yang datang tidak dari sumber aslinya”

“Masih ada lagi yang lebih bikin panas hati ini”

“Apa itu?”

“Aku diperintahkan membuat perencanaan dengan sampul pink dan kucetak dengan model draft, karena aku tidak tahu dengan pasti apa yang dimaui Anton. Terus apa dia bilang?”

“Apa?”

“Kok warnanya jelek begini, ini draft ya? Memang kamu gak percaya diri, sampai membuat perencanaan di depanku masih dalam bentuk draft!”

“…terus…”

“Dia mengambil dokumen perencanaanku dan langsung memasukkan ke mesin penghancur kertas. Apa tidak mendidih darahku dibuatnya pak Dhe?”

“Kenapa harus sampai mendidih darahmu?”

“Kemarin jelas-jelas dia bilang padaku, Din kamu buat draft dulu, jangan langsung percaya diri dan dibuat final. Aku perlu periksa dulu dokumennya. Begitu katanya pak Dhe…”

“Hahahaha….. jangan-jangan kamu memang salah dengar Din…”

“Pak Dhe tidak percaya padaku?”

“Tidak !”

Udin tercenung mendengar ucapan pak Dhe. Seseorang yang begitu dihormatinya ternyata ikut-ikutan tidak mendukung apa yang dia ucapkan. Sungguh sebuah pukulan telak bagi Udin.

“Udahlah Din, kalau salah ngaku salah saja, kenapa harus bercerita bohong pada semua orang”,

Udin ingin mendelik di depan pak Dhe, tapi memandang senyum pak Dhe, terpaksa dia urungkan lagi. Terlalu banyak budi pak Dhe padanya, dan dia tidak mau merusaknya dengan sebuah pandangan yang akan menyakiti persahabatan ini.

Mendadak Udin melihat seseorang masuk ke kantin dan Wati petugas kantin langsung menyambut orang itu.

“Silahkan pak Anton, tumben mau datang lagi ke kantin”

“Hahaha… sudah kangen sama Watik nih. Wah ada pak Dhe dan Udin disini, yang lainnya pada kemana? Kok sepi?”

“Sedang menyembelih sapi di samping mushola, pak Anton. Paling sebentar lagi pada kesini, pak Dhe saja sudah disini, berarti sudah selesai acara disana”

Pak Dhe berdiri menyambut kedatangan Anton, begitu juga Udin. Meski terlihat terpaksa, Udin mengulurkan juga tangannya kepada Pak Anton, sang kepala Pabrik.

“Aku mau cerita pak Dhe. Mau dengar?”, ucap Anton seperti biasa dengan suara yang menggelegar.

“Silahkan pak Anton”

“Begini, aku akan pergi ke Jepang sekitar dua bulan dan nanti ada penggantiku selama aku pergi, namanya Toshiro Mifune”

“Kok kayak nama bintang film Jepang?”

“Tunggu ceritaku selesai dulu pak Dhe”

“……………”

“Dia hebat di perencanaan, tapi punya kebiasaan yang kurang baik. Sombong, gila kerja dan suka marah=marah plus mabuk sake”

“…………… ”

“Aku terus terang khawatir dengan pabrik ini kalau ditangani olehnya. Jadi aku harus memastikan pabrik ini baik-baik saja selama aku pergi”

“…………… ”

“Beberapa hari ini aku berperan sebagai dia dan seperti yang kuduga, banyak staf disini yang frustasi dengan sikap baruku ini”

“…………….”

“Hari ini aku sudah bulat tekad untuk membatalkan kepergianku ke Jepang dan pabrik ini akan berjalan seperti biasa lagi”

“Kok begitu keputusannya pak”, tiba-tiba Udin menyela.

“Ya gimana lagi. Kamu juga frustasi kan dengan sikapku?”, balas Anton sambil menatap mata Udin.

“Astaghfirullah, benar yang pak Anton sampaikan. Aku sangat frustasi dan hari ini juga aku sudah kehabisan kata sabar dalam hatiku. Aku sudah bertekad untuk pindah kerja ke pabrik lain kalau pak Anton masih seperti ini”

“Jadi kenapa menahan keputusanku?”

“Masalahnya yang ada dalam benakku adalah pak Anton yang baik hati dan penuh pengertian, bukan kopian dari Mister Toshiro Mifune yang sangat mnejengkelkan”

“Memang berani menghadapi Toshiro Mifune?”

“Aku pernah menghadapi yang lebih menjengkelkan pak”

“Hahahaha…. sayang sekali keputusanku sudah bulat. Aku batalkan kepergianku dan aku menyuruh staf berprestasi disini untuk menggantikan aku. Dia nanti yang akan pergi ke Jepang dan menjadi staf Mister Toshiro di Jepang sana selama dua bulan”

“Jadi mister Toshiro tidak jadi kesini dan pak Anton malah menugaskan orang lain untuk pergi?”

“Ya benar. kenapa?”

“Maafkan aku pak Anton, demi pabrik ini sebaiknya pak Anton tetap pergi saja”

“Surat penugasan sudah kuteken dan sebentar lagi pasti akan terkirim ke Jepang”

“Jadi siapa yang akan pergi menggantikan pak Anton ke Jepang?”, tiba-tiba pak Dhe menyela pembicaraan

“Sudah kupustuskan Udin yang akan pergi ke Jepang pak Dhe”

“Ha? Kenapa aku pak Anton?”, Udin kaget setengah mati mendengar ucapan Anton.

“Karena kamu termasuk yang lulus dari kebiasaan jelek Mister Toshiro”

Telinga Udin seperti tak berfungsi lagi. Tak ada yang bisa dia dengar dari mulut Pak Anton maupun Pak Dhe yang bercerita ngalor ngidul, yang dia bayangkan hanya istrinya yang sangat ingin ke Jepang sementara itu justru dia yang ditugaskan ke Jepang. Dua bulan tidak bertemu istri dan dia berada di suatu tempat yang sangat ingin didatangi istrinya. Rasanya Udin tak sanggup melakukannya.

Bersamaan dengan itu, kantin tiba-tiba menjadi ramai dengan kedatangan beberapa orang. Mereka langsung mendatangi Udin dan menyalaminya.

“Selamat ya Din, jadi juga ke Jepang berduaan ya…”

Udin jadi mengernyitkan keningnya. bagaimana semua orang bisa tahu dia akan ke Jepang sementara dia sendiri baru saja tahu. Berduaan? Bukankah pak Anton tidak menyebut berduaan? Perlahan Udin memalingkan mukanya ke Pak Anton, seperti akan menanyakan sesuatu untuk memastikan apa yang disampaikan oleh teman-temannya.

“Khalid dan Udin yang pergi ke Jepang”, seperti tahu apa yang belum terucap dari mulut Udin, Pak Anton langsung menjawabmua dengan sebuah kalimat yang makin membuat Udin bingung.

“Ya benar Din, yang menemanimu nanti adalah Khalid dari bagian Produksi. Silahkan ajak istri masing-masing selama dua bulan berbulan madu sambil kerja di Jepang”

Ucapan Anton membuat kaki Udin gemetar dan tanpa disadarinya tubuhnya ikut bergerak dan bersujud mensyukuri nikmat Tuhan yang begitu tiba-tiba dari arah yang benar-benar tidak diduga-duga Udin.

Hari ini Tuhan kembali mewujudkan mimpi hambaNya yang selalu berbaik sangka pada semua yang dia terima.

+++

sumber gambar : Microsoft ClipArt

Tag: , , ,

Tinggalkan komentar